Senin, 16 November 2009

sEbuAh kAta yAnG hILaNg ePs.02

Sesampainya di rumah sakit Nina langsung menuju poli anak tempatnya bekerja, baru selangkah ia masuk ruangan semua mata tertuju padanya, Rizka sahabatnya memberi kode tanda bahaya. Nina mengangguk pelan sambil menelan ludahnya, ia sudah terlambat untuk kesekian kalinya dalam bulan ini, dan dokter Frizka pasti akan menegurnya dengan keras kali ini.

Ia mulai memasuki ruang kerjanya untuk mengganti baju seragamnya, sekilas ia melihat dokter Frizka lewat di depan ruang tempat Nina menukar bajunya. Dokter Frizka tak menoleh, tampaknya ia sedang sibuk, terdengar dari tegasnya ia memerintar para susternya untuk bergegas.

Sh@

Nina salah menduga jika dokter Frizka akan menegurnya, ia malah menyuruh Nina untuk menjadi asistennya di opersi kecil yang dilakukan pagi tadi, tak terlihat sedikitpun di wajah dokter Frizka berniat untuk menegurnya. Hari itu dokter Frizka begitu konsentrasi dengan pasien-pasien kecilnya.

Sh@

Nina termenung memeluk kedua kakinya dan menaruh dagunya di lututnya, matanya menatap kosong kearah televisi ia sama sekali tak menyimak acara yang sedang diputar, malam itu ia tak ikut makan malam, bu Arin cemas dan mendekatinya untuk bertanya kepada putri terkasihnya itu.

“Kamu kenapa nak, mama perhatikan akhir-akhir ini kamu sering merenung. Wajahmu murung, ada apa sayang? Cerita dong sama mama.” Bu Arin mengelus rambut Nina penuh kasih.

“Nggak pa-pa ma, Nina cuma inget sama ade’. Dan tiap kali Nina inget, rasa bersalah Nina bangkit dan semakin dalam.” Nina meletakkan kepalanya ke pangkuan bu Arin.

“Sudahlah nak, itu masa lalu. Dan itu semua bukan salah mu, kejadian itu merupakan kecelakaan.” Bu Arin menenangkan dengan kelembutannya.

“Ma, apa ade’ masih hidup? Apa ade’ baik-baik aja?” Nina mulai terisak.

“Nina! Listen to me, mama nggak pernah menyalahkan siapapun, mama nggak pernah menuntut kamu atas kesalahan yang sama sekali tidak pernah kamu lakukan. Mama sayang sama semua anak mama, jadi sayang, jangan lagi kamu menyalahkan diri kamu sendiri nak, dan mama yakin. Di mana pun adik kamu berada, ia pasti baik-baik saja.”

Nina menelungkupkan kepangkuan sang mama dalam, ia terisak, ia curahkan emosi hatinya dengan menangis di pangkuan sang mama. Malam itu Nina benar-benar menumpahkan segala beban dirinya, ia merasa benar-benar lega. Namun karena menangis semalaman akibatnya, keesokan harinya ia berangkat kerja dengan mata bengkak.

Sh@

Aima Nur Safitri, 18 tahun, cerdas, lincah, energik, supel, pandai merayu dan manis. Keponakan tersayang dari dokter Sebastian, baru pulang dari Australia. Ai biasa ia dipanggil, merupakan anak pintar di sekolahnya, ia baru selesai mengikuti pertukaran pelajar SMA di Australi selama 2 semester. Setibanya si air port ia langsung ngacir ke rumah sakit tempat om tercintanya bekerja, meskipun lelah melekat di tubuhnya tidak ia hiraukan, pantang baginya pulang sebelum bertemu dengan omnya. Ia menelpon omnya untuk tidak pergi sebelum ia sampai, ia benar-benar sangat rindu dengan omnya, om yang memanjakannya dari kecil dan mencurahkan perhatian juga kasih sayang melebihi orang tuannya yang sibuk dengan bisnis.

Sh@

Jam istirahat makan siang, Nina yang tidak terlalu sibuk siang itu berinisiatif untuk pergi ke kantin rumah sakit, karena siang itu ia merasa benar-benar kelaparan. Ia melewati dua ruangan untuk menuju ke kantin, ruang dahlia dan ruang cempaka. Diantara ruang dahlia dan ruang cempaka ada sebuah taman yang menghubungkan kedua ruangan tersebut, di tengah-tengah taman itu ada sebuah jalan setapak dari semen yang memang sengaja dibuat. Nina dari ruang cempaka melewati jalan setapak itu untuk menuju ruang dahlia, setelah itu ada dua gang dan satu lorong panjang, di ujung lorong ada dua cabang, kanan ke kantin dan kiri menuju poli penyakit dalam.

Nina berjalan agak tergesa, karena perutnya sedang tidak ingin di ajak kompromi dan segera ingin diisi dengan makanan. Ia lewati lorong terakhir menuju kantin, ia agak mempercepat langkahnya, ketika ia berbelok ke arah kantin ia sedikit cerobih dan.....GUBRAK!!!

Ia menabrak seorang gadis berlia, yang agak sedikit marah karena kecerobohan Nina.

“Aduh, maaf de... saya nggak sengaja.” Nina meminta maaf sambil membantu gadis itu berdiri.

Gadis berambut pendek sebatas leher dengan mengenakan kaus katun dan celana jeans itu nyengir kesakitan, sikunya berdarah karena insiden itu. Ia berdiri sambil memegangi siku yang ia rasa sakit.

“Lain kali lebih berhati-hati ya mbak.” Gadis belia itu menasehati.

Nina hanya mengangguk sedih, karena merasa bersalah akan luka yang di terima gadis belia itu, Nina menawarkan untuk mengobatinya, namun gadis itu menolak dengan halus.

“Nggak usah mba, biar luka saya diobati sama om saya saja.” Katanya dengan nada ceria.

“Lho, om kamu kerja di rumah sakit ini juga?” tanya Nina heran.

“Iya, dokter Sebastian dari poli penyakit dalam.” Gadis itu menjelaskan.

“Oh.....ya saya kenal dengan dokter Sebastian, dulu saya pernah jadi asistan dokter Sebastian sebelum saya pindah ke poli anak.”

“Kalau begitu saya permisi dulu ya mbak.” Pamit gadis belia itu.

“Sebentar, kita belum kenalan.” Cegah Nina.

“O..iya.” sambil mengulurkan tangan “Aima, tapi mbak bisa panggil saya Ai aja.” Ai memperkenalkan diri.

“Nina, senang berkenalan dengan mu Ai. Maaf atas kejadian tidak menyenangkan ini ya” kata Nina tulus.

“Iya nggak papa kok kak, udah biasa terjadi. Eh....nggak pa-pa kan Ai panggil kakak, biar akrab ajah.” Tegas Ai tanpa beban.

Nina agak sedikit kaget, Nina agak kikuk dengan sebutan itu. Karena telah lama kata itu tak ia dengar, karena telah hilang bersama hilangnya adiknya.

“Kak....??? Kak Nina?” tegur Ai.

“Eh iya...nggak pa-pa kok.” Nina tersadar dari lamunanya.

“Ok deh, sampai jumpa lagi ya kak Nina.” Ai berlalu meninggalkan Nina.

Nina lalu berbalik untuk kembali ke ruangannya, kini ia tak lagi merasa lapar. Rasa itu tiba-tiba saja lenyap, menguap begitu saja semenjak pertemuannya dengan Aima tadi. Entah mengapa ia merasa nyaman dengan sebutan yang di beri oleh Ai, “Kakak”. Sebuah kata yang telah lama hilang dan nyaris tak pernah ia dengar, dalam perjalanan pulang pun ia masih terus memikirkan pertemuannya yang tiba-tiba dengan Ai, apakah ini sebuah pertanda atau....???,,, ah ia tak ingin menerka-nerka hal yang ia tak tahu pasti apa maknanya. Ia takut jika angan-angannya itu akan berakhir buruk, angan-angan untuk menemukan sebuah kata yang telah lama hilang.

Sh@

to be continue to eps 3.........

terus ikuti kisah serunya.........jangan lewatin ya.......

0 komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas saran dan kritik yang membangun...terus simak kisah seru dari dhyvha_nAiNi ya....(^0^)V

 
Copyright 2009 Welcome to Cucuran Hati. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemesfree